Naskah ini telah lolos kurasi dan diterbitkan ke dalam buku yang berjudul "Noctellar"
Noctellar: Puisi untuk Semua Malam di Tahun Ini
adalah kumpulan puisi pilihan dari para peserta Lomba Menulis Puisi Nasional yang diselenggarakan oleh Bintang Nasional dan diterbitkan oleh Yumei Media Utama.
Anjungan Al Irsyad
"TUHAN, AKU PERNAH JATUH PADA HAMBA-MU"
Tuhan,
Aku datang malam ini bukan untuk memohon surga,
Bukan pula menawar pahala,
Aku hanya hendak mengaku bahwa aku pernah jatuh,
Tidak pada dunia yang fana,
Bukan pula pada ilusi yang melenakan,
Melainkan pada hamba-Mu sendiri,
Yang kau ciptakan dari tanah,
Lalu kau tiupkan ruh,
Hingga ia hidup dan berjalan menorehkan jejak di jantungku.
Tuhan,
Aku tahu engkau maha menatap segala sesuatu yang tersembunyi
Bahwa dalam diamku,
Telah lama engkau membaca hatiku,
Dan barangkali,
Engkau pun tahu bahwa aku mencintai ketenanganku sendiri.
Ia, hamba-Mu itu,
Tidak membawa syair surga atau lantunan wahyu,
Tetapi kehadirannya adalah firman yang lain,
Yang mengguncang hatiku hingga terjaga,
Yang membuatku mencicipi rindu tanpa sempat menyentuhnya dalam nyata.
Tuhan,
Aku tahu cinta sejati seharusnya mengantarkan pada-Mu,
Tetapi aku terseseat di jalan bernama wajahnya.
Aku berjalan jauh dari sajadah,
Dan menanam harapan pada matanya yang teduh,
Pada suaranya yang lebih menenangkan dari doa malam.
Aku tidak hendak menyalahkan-Mu,
Karena engkau adalah maha adil,
Dan barangkali cinta ini adalah ujian,
Bukan hukuman.
Aku hanya manusia yang terbata-bata menafsir makna,
Yang menggenggam hati rapuh dengan harapan fana,
Yang menjadikan cinta sebagai jalan pulang,
Meski justru semakin jauh dari rumah-Mu.
Tuhan,
Dalam tiap sujud,
Aku menyebut namanya,
Bukan sebagai tandingan nama-Mu,
Melainkan sebagai luka yang ingin kutitipkan kepada yang maha menyembuhkan.
Aku tidak meminta ia menjadi milikku,
Karena engkau lebih tahu mana yang terbaik,
Aku hanya ingin mengerti,
Mengapa engkau pertemukan aku dengannya jika bukan untuk memiliki?
Apakah cinta yang datang lalu pergi,
Adalah pelajaran agar aku tidak mencintai siapa pun lebih dari-Mu?
Tuhan,
Aku pernah ingin menulis takdirku bersamanya,
Tetapi pena patah sebelum tinta sempat menyentuh kertas,
Aku pun belajar bahwa mencintai tidak selalu harus memiliki,
Bahwa kehilangan bisa jadi cara terbaik untuk pulang.
Kini,
Aku serahkan segalanya pada kehenda-Mu,
Segala rindu yang terpendam,
Segala doa yang menggigil dalam diam,
Segala cinta yang tumbuh tanpa arah.
Aku telah seleseai menjadi pengharap,
Daningin mulai menjadi perindu yang rela,
Yang mencintai karena-Mu,
Yang merelakan karena yakin,
Bahwa setiap air mata tidak pernah sia-sia jika dititipkan kepada-Mu.
Tuhan,
Jika kelak engkau tak izinkan aku bersamanya,
Aku mohon,
Ajarkan aku cara melupakan dengan anggun,
Bukan dengan dendam,
Bukan dengan kecewa,
Tetapi dengan syukur bahwa aku pernah merasakan cinta yang membuatku lebih peka terhadap-Mu.
Izinkan aku mengenangnya bahkan sebagai luka,
Melainkan sebagai jalan yang pernah kujalani untuk sampai ke pangkuan-Mu.
Tuhan,
Aku tidak akan lagi bertanya mengapa kau hadirkan ia jika tak kau takdirkan.
Sebab aku tahu,
Engkau menciptakan perasaan bukan untuk dimiliki,
Melainkan untuk diuji,
Dan aku telah jatuh,
Dalam ujian-Mu yang paling halus,
Bernama cinta kepada hamba-Mu sendiri.
Kini aku berdiri,
Bukan sebagai yang terluka,
Melainkan sebagai yang memahami.
Bahwa engkau lebih tahu isi hatiku,
Lebih bijak memilihkan bahagiaku,
Dan lebih pandai menyembuhkan dari sekedar menggantikan.
Tuhan,
Terima kasih telah hadirkan ia,
Meski hanya sesaat dalam hidupku.
Kerana darinya aku belajar,
Bagaimana mencintai,
Bagaimana merelakan,
Dan bagaimana kembali hanya kepada-Mu.
"


0 Comments
Posting Komentar