Naskah ini telah lolos kurasi dan diterbitkan ke dalam buku yang berjudul "Noctellar"
Noctellar: Puisi untuk Semua Malam di Tahun Ini
adalah kumpulan puisi pilihan dari para peserta Lomba Menulis Puisi Nasional yang diselenggarakan oleh Bintang Nasional dan diterbitkan oleh Yumei Media Utama.
PUISI 1
Pena yang Patah di Tengah Harapan
Karya: Inarwati S.Pd
Di bangku reyot yang berderit pelan,
Seorang anak menulis dengan harapan.
Mimpinya tinggi, melampaui awan,
Meski perutnya sering beradu dengan kelaparan.
Pena lusuh tergenggam erat,
Bersama lembar-lembar buku yang penuh semangat.
Namun dunia tak selalu hangat,
Kadang adil pun terasa berat.
Gurunya datang dengan mata letih,
Mengajar dengan cinta, meski digaji sedikit.
Ia tahu ilmu bukanlah perih,
Tapi jalan panjang yang sangat rumit.
Anak itu ingin jadi dokter suatu hari,
Menolong ibunya yang selalu bersedih.
Namun biaya membuat langkahnya terhenti,
Pendidikan menjadi mimpi yang perih.
Di luar sana gedung-gedung berdiri,
Dengan nama besar dan janji negeri.
Tapi di desa ini, langit sepi,
Sekolah nyaris roboh, tak ada yang peduli.
Pena itu akhirnya patah sendiri,
Tak kuat menahan air mata dini.
Kertasnya basah oleh mimpi,
Yang tak sempat ia lukis sepenuhnya lagi.
Siapa peduli pada tangis murid kecil,
Saat dunia sibuk memburu gemerlap hasil?
Padahal di dadanya ada nyala kecil,
Yang bisa menyala terang jika diberi bekal adil.
Ayahnya buruh, ibunya menjahit,
Mereka menabung demi masa depan yang sempit.
Namun sistem berkata itu tak cukup sedikit,
Ilmu pun menjadi barang yang sulit.
Di ujung papan tulis ada coretan,
Tentang cita-cita dan masa depan.
Tapi bagi sebagian anak pedesaan,
Itu hanya tulisan, bukan kenyataan.
Hari berganti, kelas makin lengang,
Satu demi satu anak mulai hilang.
Mereka lebih butuh kerja dan uang,
Daripada duduk menanti mimpi yang jarang datang.
Pendidikan semestinya cahaya,
Namun kini redup di banyak penjuru desa.
Siapa yang salah, siapa yang bisa,
Jika pena patah sebelum sempat bicara?
Dan anak itu kini diam tak bicara,
Menatap pena yang mati tanpa suara.
Tapi di dadanya masih tersisa,
Satu harapan: semoga dunia mendengar luka mereka.
"


0 Comments
Posting Komentar