Torehan Bait di Ujung Senja Oleh: Ihya Ulumuddin

By Admin - Juni 21, 2025


Naskah ini telah lolos kurasi dan diterbitkan ke dalam buku yang berjudul "Noctellar

Noctellar: Puisi untuk Semua Malam di Tahun Ini

adalah kumpulan puisi pilihan dari para peserta Lomba Menulis Puisi Nasional yang diselenggarakan oleh Bintang Nasional dan diterbitkan oleh Yumei Media Utama.


Torehan Bait di Ujung Senja
Oleh: Ihya Ulumuddin

Jika ini adalah bait terakhir dari nadiku yang menulis
Izinkan kugores harap pada kertas waktu yang menangis
Kepada Tuhan—Sang Maha Cinta di Singgasana sunyi tanpa sinis
Terimalah aku, meski tinta hidupku tak selalu manis

Aku bukan nabi, hanya pengembara sunyi di jalan retak
Namun aku percaya: sebutir kata bisa jadi pelita kelak
Maka kupahat kata demi kata seperti doa yang resah
Agar ketika gugur, jiwaku mengalir tak sia-sia dalam kisah

Kepada masyarakat—wahai kalian yang berjalan terburu
Bacalah aksara sunyi ini sebagai lentera yang tak membisu
Jika puisiku tak sempat lantang seperti lonceng suci
Biarlah ia berbisik di dada kalian, menjadi rindu yang abadi

Teman-teman seperjalanan—penjaga siang dan malamku
Ingatlah aku tak dari megah, tapi dari luka yang syahdu
Jika esok aku senyap seperti halaman yang tertutup debu
Bacalah puisiku, dan doakan sukma ini pulang tanpa sendu

Wahai pemerintah—bayangkara negeri yang agung dan luas
Janganlah lembar ini dibaca lalu dibuang ke jurang bias
Aku menulis bukan karena dendam atau kudeta sunyi
Tapi karena cinta yang tak pernah diberi ruang untuk jelas

Setiap kata kutulis dengan darah dari luka yang kupeluk
Dengan air mata yang dijahit malam dengan diam pelupuk
Jika tak ada panggung untuk bicara sebagai insan yang rapuh
Maka biarlah puisi jadi altar terakhir tempatku bersimpuh

Aku bukan pahlawan, bukan penyair dari negeri utopis
Namun ingin mencintai tanah ini dengan huruf yang manis
Jangan matikan pena orang kecil yang masih percaya
Bahwa harapan bisa tumbuh dari rahim dunia tanpa cahaya

Bila esok dunia hanya meninggalkan halaman kosong
Bawalah puisi ini seperti bunga di pusara yang tenang
Dan jika ada yang merindukan satu suara dari ujung lorong
Katakan padanya: aku telah berbicara dalam diam panjang

Kepada Tuhan, izinkan puisiku menjelma jembatan mulia
Membawa resah manusia, menuju peluk-Mu yang Maha Setia
Jika aku pernah berdosa lewat kata yang menusuk dunia
Tolong sucikan niatku—meski telat, meski terjatuh dalam maya

Inilah torehanku di ujung senja—bait terakhir yang merajut kalbu
Tak sempurna, tak megah—tapi jujur seperti doa yang lepas
Dan bila waktuku tiba, biarlah angin menyampaikan pesanku
Bahwa menulis adalah caraku memeluk dunia, sebelum terhempas

"





  • Share:

You Might Also Like

0 comments

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.