Nurpadian CERMIN YANG TAK BERBALIK

By Admin - Juni 21, 2025


Naskah ini telah lolos kurasi dan diterbitkan ke dalam buku yang berjudul "Noctellar

Noctellar: Puisi untuk Semua Malam di Tahun Ini

adalah kumpulan puisi pilihan dari para peserta Lomba Menulis Puisi Nasional yang diselenggarakan oleh Bintang Nasional dan diterbitkan oleh Yumei Media Utama.


Nurpadian
CERMIN YANG TAK BERBALIK

Dia selalu berada di sana menatapku
Dia sedekat nafas, dia sediam bayangan
Tapi di sana, tak ada aku
Dia hanya sosok yang dipaksa tumbuh

Aku melihat mata yang tak mengenalku,
senyum yang tak pernah lahir dari perasaan
Ia hidup dari harapan yang bukan milikku,
dan tumbuh dari luka yang tak pernah kupilih.

Suaranya fasih mengucap tujuan,
tapi bisu saat kutanya keinginan.
Ia berjalan lurus di jalan yang dipilihkan,
meski hatinya retak di setiap persimpangan.

Aku muak jadi bayangan yang patuh!
Muak menanggung pujian yang menusuk!
Semua tepuk tangan itu
hanya membungkam jerit yang ingin bebas!

Aku tersenyum di panggung yang penuh sorak,
Tapi jiwaku tersesat di lorong paling gelap.
Tak ada sorot yang benar-benar melihatku,
Hanya bayangan pencapaian yang melukai punggungku.

Kini aku tak tahu harus jadi siapa,
Sebab aku terlalu pandai jadi apa saja
Tapi tak pernah diberi ruang
Jadi aku yang seutuh-utuhnya ingin hidup.

Aku lelah menjadi wajah yang dirakit dari serpihan ekspektasi,
langkah yang diarahkan, napas yang disesuaikan.
Aku ingin berhenti bukan untuk kalah,
tapi untuk bertemu aku yang terhapus dari barisan.

Jika suatu hari aku sirna,
jangan cari aku di panggung atas pencapaian.
Cari aku di tempat paling sunyi,
di mana luka tak lagi disuruh diam.

Aku hidup dari kata-kata yang pernah kupahami
Berjalan dalam ruang, berbicara dalam naskah
Bahkan tangisku pun harus beku
Agar terlihat lebih kuat

Mereka berkata aku beruntung
Tapi itu hanya tampak dari dia yang tak nyata
Menyembunyikannya terlalu sesak
Hingga senyum itu tertahan, meski aku perlahan lenyap di baliknya

Kadang aku ingin meluapkannya
Namun suaraku tak tahu arah pulang
Dunia hanya menghargai hasil
Bukan hati yang berjuang di dalamnya

Tanganku menulis seperti biasa,
Tapi diriku hanya penonton dari dalam dada.
Aku tak lagi tahu untuk siapa aku berjuang,
Mungkin bukan untukku, mungkin tak pernah.

Aku pernah memimpikan hal kecil
Tapi itu mimpi yang digelakkan sebelum tumbuh
Aku benamkan ia dalam-dalam
Di balik senyum yang penuh murka

Sepanjang waktu aku hidup seperti peran,
Diperankan dengan sempurna hanya berkulit tanpa isi.
Aku lupa rasanya salah,
Karena terlalu takut kehilangan cinta.

Gelap tak lagi jadi pelarian
Ia hanya ruang yang memperbesar tangis.
Bahkan bayangku kini membelakangi,
Seakan jijik melihat rapuhku.

Mungkin aku akan menemukan diriku lagi,
Tapi bukan di depan cermin ini.
Sebab ia tak pernah mengembalikan aku
Dia hanya berbalik dengan kepukauan dunia yang terlihat."





  • Share:

You Might Also Like

0 comments

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.