Naskah ini telah lolos kurasi dan diterbitkan ke dalam buku yang berjudul "Noctellar

Noctellar: Puisi untuk Semua Malam di Tahun Ini

adalah kumpulan puisi pilihan dari para peserta Lomba Menulis Puisi Nasional yang diselenggarakan oleh Bintang Nasional dan diterbitkan oleh Yumei Media Utama.



Kuasa Hukum dengan Mahkota Uang
Oleh: Ihya Ulumuddin

Di negeri ini hukum berseru bagai guntur murka
Mahkota uang menjulang setinggi cakra semesta
Kemanusiaan terkubur di dasar relung abadi
Tubuh nurani dilalap gelombang pragma yang pedih


Keadilan karam di samudra seribu dosa
Dendam membeli kursi kekuasaan fana
Si miskin dihukum telak bagai melangitkan api neraka
Sedang si kaya bebas berkuda di atas nirwana tahta

Pembunuh disanjung, nyawa pun dijual serendah batu bara
Lidah hakim tergigit dengan emas berkarat maksiat
Putusan hukum laksana pralaya yang menggulung kebenaran demi harta
Cahayanya tenggelam, darah nurani terus meronta

Ketika saksi menangis, suaranya lebih berat dari gelombang
Namun telinga penguasa hanyut dalam sukma uang
Tinta keadilan pun menguap seperti embun palsu
Menanti fajar abadi yang tak kunjung menampakkan waktu

Korupsi membusuk, mencium busa darah di koridor sempit tak terbenah
Rakyat terkapar—jiwanya tercabut sampai gundah gulana 
Gema protes tertelan mesin birokrasi gila
Demi menyalakan lilin di altar harapan yang padam tanpa celah

Di gebyar plastis mahkamah, nurani terpanggang bara
Keputusan dibungkus emas seperti sirna dalam pelangi lara
Rakyat tertatih di padang pasir janji dengan sabar
Menadah sisa air keadilan dengan dua tangan gemetar

Oh hukum, kau bagai arca bisu di puncak menara 
Hanya menatap kosong, membiarkan hati beku dan merana
Saat uang menjadi penguasa segala cakra harapan
Semesta pun tunduk dalam cengkeram kegelapan

Ku reka bait ini bagai mantra di bibir kalajengking
Memohon agar hukum bangkit dari kuasa yang terbanting
Menghapus noda amal yang meracuni nurani dalam lubang sesat
Menghidupkan lagi rasa manusia yang nyaris melesat

Akankah matahari keadilan lenyap seribu tahun?
Biarlah setiap majas menjadi tombak kata yang menuntun
Demi membakar kutukan pragmatis yang menguning
Meretas kabut yang menutupi wajah hakiki yang bening

Mari nyalakan obor nurani, bukan uang berdinar dalam pemerintah
Runtuhkan mahkota yang terpatri dalam wajah nafsu nan serakah
Bangkitkan kembali kemanusiaan—sahabat sejati negeri
Agar hukum kembali menari di alun hakikat suci"