Naskah ini telah lolos kurasi dan diterbitkan ke dalam buku yang berjudul "Noctellar"
Noctellar: Puisi untuk Semua Malam di Tahun Ini
adalah kumpulan puisi pilihan dari para peserta Lomba Menulis Puisi Nasional yang diselenggarakan oleh Bintang Nasional dan diterbitkan oleh Yumei Media Utama.
Habibah Nur Khasanah
Masih Bukan Aku
Kuraih kata demi kata dari gumpalan resah yang tak kunjung reda.
Kutulis puisi ini dengan tangan yang gemetar, berharap sekali saja Tuan benar-benar mengerti mengapa bukan aku yang kau pilih untuk tinggal.
Aku telah menanam ribuan harapan di taman sunyi hatimu yang rapuh.
Kusiram tiap pagi dengan senyum yang kian tipis,
Kujaga pucuk-pucuk rindunya dari beku malam dan sepi yang menggigit.
Kutitipkan cinta di sela-sela sepinya tanpa pernah menuntut balasnya.
Kudekati hatimu perlahan, sehalus senja yang enggan membangunkan malam.
Kusulam sabar di tiap jeda waktu, berharap kau menoleh ke arahku meski hanya persekian detik yang tak abadi
Kupandangi langit yang kau sembunyikan di mata, mencari-cari namaku di antara bintang-bintang yang redup.
Namun yang kulihat hanyalah bayang samar yang bukan aku.
Dia…
yang masih kau genggam diam-diam dalam kenangan, yang namanya masih kau bisikkan pada langit dalam doa rahasia.
Tuan,
kau masih berdansa dalam pelukan kenangan yang enggan melepaskanmu.
Seolah masa lalu lebih hidup daripada aku yang masih berdiri tepat di hadapanmu, menggigil dalam diam, menanti tanpa suara.
Hatimu adalah pintu yang tak bisa lagi kupeluk.
Dingin dan tertutup, seperti nisan bagi cinta yang selama ini kupelihara sendirian.
Lalu waktu menuntunku pada persimpangan ragu: haruskah aku tetap tinggal, atau pergi sebelum aku sepenuhnya hilang?
Aku tetap menunggu, bukan karena tak mampu melangkah, tapi karena aku percaya bahwa luka bisa sembuh jika diberi waktu dan cinta yang tulus.
Namun aku pun takut, takut jika terus di sini, aku akan patah lebih dalam dari sebelumnya.
Karena hatimu adalah rumah yang telah kau kunci, dan kau kubur bersama masa lalu yang tak ingin mati.
Maka hari ini, meski seluruh jiwaku masih memanggil namamu, aku memilih pamit
Bukan karena rasa ini sirna, melainkan karena aku akhirnya mengerti:
Sedalam apapun cinta ini, tidak pernah cukup untuk membuatmu menoleh.
Karena aku memang bukan dia.
Bukan yang kau mau.
Bukan yang kau tunggu.
Dan mungkin, tak akan pernah jadi.


0 Comments
Posting Komentar