Bahtera Hati di Lautan Sastra Karya: Ihya Ulumuddin
By Admin - Juni 21, 2025
Naskah ini telah lolos kurasi dan diterbitkan ke dalam buku yang berjudul "Noctellar"
Noctellar: Puisi untuk Semua Malam di Tahun Ini
adalah kumpulan puisi pilihan dari para peserta Lomba Menulis Puisi Nasional yang diselenggarakan oleh Bintang Nasional dan diterbitkan oleh Yumei Media Utama.
Bahtera Hati di Lautan Sastra
Karya: Ihya Ulumuddin
Dulu aku hanya bayang, diam dalam kabut yang tak terbaca
Lidahku kelu, hatiku beku—tenggelam dalam hampa semesta
Tak ada satu kata pun yang mampu menjelaskan luka
Seakan dunia adalah tembok, dan aku tak punya suara
Hari-hariku sunyi seperti kuburan dalam pikiran yang kaku
Mimpi-mimpi hanyut di muara gelap tanpa arah rindu
Ingin bicara, tapi huruf pun enggan berlabuh di jiwaku
Aku hanya reruntuhan—terperangkap dalam waktu yang beku
Namun suatu hari, sastra datang seperti angin pertama
Menerbangkan jiwa yang selama ini terkurung dalam trauma
Tiba-tiba aku bisa menangis melalui bait yang tertulis
Bahtera hatiku mulai bergerak—menyeberangi luka yang manja
Puisi pertama kubuat dengan darah yang belum sembuh
Tapi justru dari sanalah makna hidup mulai menyusup peluh
Kata demi kata menjadi pelita yang membuat gulita jadi luruh
Aku menemukan diriku di bait-bait yang dulu terkenal tabu
Lautan sastra bukan hanya samudra aksara yang megah
Ia adalah rumah: tempat aku dipeluk saat aku resah
Dan ketika aku hampir tenggelam oleh riak keraguan nan gelisah
Lintang Indonesia datang, membawaku ke pelabuhan berkah
Merekalah cahaya di antara malam-malam pertamaku
Yang melihat aku bukan dari megah, tapi dari niat kalbu
Mereka ajarkan bahwa puisi bukan soal hebat dan juara
Melainkan tentang keberanian merangkai hati yang rapuh
Bersama Lintang Indonesia, aku bukan hanya berkarya
Tapi belajar mencintai setiap luka, setiap makna
Mereka adalah dermaga tempat aku mulai percaya
Bahwa menulis adalah ibadah, bukan sekadar pujian fana
Kini aku berlayar, membawa bahtera ini lebih jauh
Menuju ujung cakrawala, di mana tak ada lagi keluh
Satu tujuan, satu dermaga: pengetahuan dan cahaya
Sampai nanti sukma ini bersandar di pangkuan yang utuh
Jika Tuhan izinkan, aku ingin menulis sampai akhir usia
Mengubah resah menjadi doa, mengubah luka jadi cahaya mulia
Sastra telah menyelamatkanku dari sunyi yang tak bernama
Maka biarkan aku terus menulis hingga menuju nirwana
Terima kasih sastra, terima kasih Lintang Indonesia
Kalian adalah bahtera, aku hanya penumpang biasa
Tapi kalian izinkan aku memegang kemudi sebentar saja
Agar aku tahu, bahwa luka pun bisa punya makna"
0 comments
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.